Minggu, 13 Februari 2011

Like Mother Like Children ?

Belakangan ini saya merenungkan kegemaran saya minum kopi sambil mengaitkannya dengan peribahasa yang berbunyi begini: "Buah jatuh tidak jauh dari pohonnya", atau "Like father like son" kata orang orang barat sana. Kok ya bener sih kata pepatah itu, setidak tidaknya yang terjadi pada anak anakku.
Ceritanya begini, meskipun saya seorang penggemar kopi namun dari dulu saya selalu berusaha keras agar anak anak saya tidak terpengaruh minum kopi, saya ingin anak anak saya tidak terpapar kafein diusia muda. Kedengarannya seperti saya seorang ibu yang terlalu protektif pada anak anaknya, mungkin juga. Tapi apapun namanya itu adalah karena saya tahu efek negatif konsumsi kafein berlebihan, nah saya sangat kuatir kalau kalau hal tersebut menimpa anak anak saya. Berbagai upaya saya lakukan agar mereka tidak secara dini merasakan kopi, saya kuatir mereka merasa bahwa kopi itu enak lalu mereka jadi gemar minum kopi. Dalam pikiran saya kalau mereka akan menyenangi kopi, biarlah ketika mereka sudah berumah tangga saja kelak.

Anak saya yang pertama, perempuan 24 tahun, seorang pemanjat tebing. Saya senang ketika sejak lama dia berusaha menghindari kopi --dan minuman apapun yang mengandung kafein-- karena dia tahu kafein tidak baik bagi olahragawan. Beberapa bulan terakhir ini saya mengetahui bahwa dia mulai biasa minum kopi meskipun tidak rutin. Nah, belum lama ini saya perhatikan dia mulai menggemari kopi, sudah bisa dia cerita mengenai merek-merek kopi yang enak yang dijumpainya diperjalanan panjat tebing nya ke kota-kota lain. Sebetulnya saya agak sedih menyadari hal tersebut, tapi karena saya juga menyadari dia bukan anak-anak lagi maka saya hanya mengingatkannya bahwa kebanyakan kafein tidak baik bagi dia yang seorang pemanjat tebing.
                                                                          Anak saya kedua hampir 23 tahun, perempuan juga, baru sebatas mencoba minum kopi sekali-sekali, saya senang karena saya tidak mendengar (belum ?) dia bilang bahwa kopi itu enak, tapi saya pernah mendengar lebih dari sekali dia mempromosikan kafe baru yang menyediakan kopi dan menyarankan saya untuk mencobanya. Nah lho ?                                           
            Anak ketiga saya juga  perempuan, 20 tahun, mungkin karena kuliah di Jakarta --dimana mengunjungi kafe sepertinya sudah menjadi gaya hidup anak muda disitu-- sepertinya sudah terbiasa menikmati minuman berkopi, malah dalam beberapa kali pertemuan kami kalau aku mengajaknya makan minum di restoran dia seringkali memesan kopi es. Gimana coba ?
Si bungsu saya, remaja laki-laki hampir 19 tahun, sekali-sekali saya biarkan dia minum cappucino tapi saya larang minum kopi hitam. Nah, baru-baru ini aku sempat merasa surprise waktu dia minta mencicipi sedikit kopi yang sedang saya nikmati sambil ngeblog  --kebetulan waktu itu kopi cinnamon-- lalu dia berkomentar "kok enak kopinya ya Mi". Komentarnya itu yang bikin aku tertegun, dalam hati aku berkata, wah sudah tahu dia bahwa kopi hitam ternyata enak. Aduh nak, jangan senang kopi hitam dulu dong, kamu masih muda banget lho, nanti aja deh kalau mau seneng kopi item (cuma dalam hati).    

Terus bagaimana, apa saya harus sedih ? atau bangga karena ada kaderisasi ?, atau sedih dan bangga ? Yang jelas saat ini saya mencoba untuk tidak terlalu kuatir akan hal tersebut, saya berharap mudah-mudahan mereka menyadari baik buruknya kefein sehingga dapat mengontrol konsumsi kopinya, dan saya tetap selalu mengingatkan mereka akan hal itu.

Wassalam

9 komentar:

  1. mo tanya ni, selama ini ibu sehat2 aja kan dengan minum kopi ? pernah gak ketika sakit trus dokter melarang ibu untuk minum kopi ? kalo menurutku sih ngopi gak apa2 kalo sesekali.. eh ngomomg2 ibu ngopi tiap hari ya ? hehe.. maaf bu banyak nanya..

    BalasHapus
  2. Iya Triz tiap hari, cukup sekali sehari yang penting pas rasanya, kadang-kadang dua kali sehari tapi jarang. Karena saya dulu pernah maag, saya juga selalu berusaha tidak minum kopi waktu perut kosong walaupun lg kpingin banget. Alhamdulillah saya sehat2 aja. Triz silahkan kalau mau mulai gemar kopi, tapi jadilah penikmat kopi, jangan pecandu kopi.

    BalasHapus
  3. apa coba yang paling menarik dari anak ibu yang maniz2 ? kalo menurutku alisnya bo... tebal bagus2 gak usah pake apaan tuh namanya? pinsil alis ato apa sih? hehe... maklum ni bu aku gak make up.. alisnya hitam tapi alami..

    BalasHapus
  4. assalamualaikum Mbak,

    wah...Mbak....bestnya Mbak dapat berjalan-jalan dengan anak-anak Mbak....sekarng saya sedang menikmati cappuccino...huhuhuhuhu.....tentang study...saya ada dua bulan lagi...x sabar untuk habiskan belajar...

    BalasHapus
  5. seperkara lagi...i want to continue study in master....saya berharap supaya Mbak dapat mendoakan kejayaan saya...

    BalasHapus
  6. Mi, yg milihin fotonya siapa tuh? Mukaku kurang jelas keliatan.. Huhu... ;p
    sekalian di-link dong mi ke blog aku pas yg bagian ttg aku... Hehe.. ;D (promosi dikit)
    mami udh liat postingan aku yg ngebahas ttg blog mami blom?

    BalasHapus
  7. Mm udah liat postingan Ss itu dan udh di-komen, jadi km nggak tahu ya, ketipu...he..he..he..

    BalasHapus
  8. Silahkan saja minum kopi asal jangan berlebihan. Dan kalau kuatir dengan efek kafein kan bisa dipilih kopi tanpa kafein (decaf coffee). Peminum kopi berat biasanya lebih menyukai espresso. Sedangkan minuman kopi seperti Cafe Late, Cappuccino, Coffee Moca dll. biasanya jumlah epresso nya cuma sepertiga dari satu gelas minuman. Artinya kafein nya juga tidak bayak.

    BalasHapus
  9. Saya paham soal kafein Zul, yang saya kuatirkan adalah kalo anak saya menyukai kopi hitam dan kemudian tidak bisa mengontrol konsumsi kopinya. Mungkin juga kekuatiran saya tidak beralasan, tapi itulah seorang ibu.....
    Oh iya, apa Zul udah baca postingan2 saya yang sudah-sudah ?

    BalasHapus